2 hari yang lalu ketika saya
sedang berjalan menuju tempat makan siang dimana letaknya berada 2 blok
bangunan di sebelah kiri dari kantor, pandangan saya langsung tertuju kepada
seseorang dengan usia sekitar 60-70 tahun dengan kulit hitam penuh kerutan,
kurus memakai topi ala koboi bengan baju kemeja lusuh dan celana pendek robek
tanpa alas kaki. Duduk di pinggir kantin dengan disamping terlihat dagangan krupuk
sambil nenghitung uang selembar demi selembar pecahan ribuan dan 2
ribuan.
Kadang melihat pemandangan
seperti itu membuat saya bersyukur tentang apa yang telah saya dapatkan
sekarang ini. Ingin membantu tapi ya kok malu... ternyata rasa malu saya lebih
besar dari pada keinginan membantu beliau dengan cara membeli kerupuk yang di
jualnya. Sehingga saya hanya bisa memandangi dan lewat begitu saja ke tempat
makan siang.
Sering kali saya melihat hal
begitu, pikiran saya selalu berkecamuk, orang setua itu masih bisa bertahan
untuk bekerja tanpa harus minta-minta dan coba bandingkan pengemis muda dengan
badan masih bisa bekerja eh..... tapi hanya mengharapkan belas kasihan dari
orang lain. Bukannya saya anti terhadap pengemis tapi seharusnya bagi kita yang
masih muda hendaknya lebih bisa produktif, malukan dengan bapak yang saya
ceritakan. Di masa tuanya tetap kekeh hidup tanpa harus minta-minta. Dan
setidaknya beliau masih memelihara budaya malunya dengan mengesampingkan
faktor-faktor lain. Kadang saya merasa dapat teguran dari yang di Atas. hey...
mas bro... lihat tuh orang itu... seharusnya kamu bersyukur apa yang kamu
dapatkan sekarang.
Ini saya kasih foto yang dapat dari internet soalnya admin tidak berani ambil foto beliau. Sebagai renungan saja.